ADA kerabat saya yang pada usia tua mudah sekali tersinggung. Mudah sekali menyalahkan banyak hal yang tampaknya selalu tak beres di matanya.
Saya pikir kasihan sekali dia. Padahal menua, menjadi warga senior, seharusnya justru bisa lebih mudah berbahagia.
Saya bertemu banyak orang yang begitu. Orang-orang yang banyak tertawa, tenang menjalani sisi-sisi spiritualitas yang selama muda banyak ia lupakan, dan tetap produktif, dan masih punya waktu melakukan hal-hal yang menyenangkan.
Kenapa? Journal of Gerontology Psychologcal ad Socal Sciences pernah meneliti fenomena itu. Hasil penetilian itu yang paling penting adalah orang dewasa paruh baya punya kemampuan berempati yang lebih ketimbang kelompok usia yang lebih muda, dan itu adalah sumber kebahagiaan.
Kuncinya ternyata: Empati. Kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain, memahami perasaan orang lain.
Begini penjelasannya. Pengalaman hidup telah membentuk jiwa kita. Sementara setiap hari adalah hari baru tapi banyak hal berulang dalam pola yang sama.
Reaksi orang dengan karakter tertentu dalam situasi tertentu bisa diperkirakan. Karena itu mereka yang telah berpengalaman tahu kapan berharap atau tidak dan tak mudah kecewa, artinya lebih mudah berbahagia.
Mereka juga pandai menyeleraskan diri dengan keadaan, itu juga sumber kebahagiaan. Bukan berarti dia mengkompromikan dirinya dengan sesuatu yang tak ia sukai. Mereka punya naluri dari pengalaman hidup untuk berada di lingkungan dengan orang-orang yang sama-sama menghindar dari konflik.
Hidup yang selaras adalah hidup yang mencerahkan dan tercerahkan. Dan itu adalah previles bagi orang-orang yang dianugerahi usia yang panjang.
Ketika kita menyadari bahwa tahun-tahun telah menumbuhkan kita dan juga menopang kita, adalah momen pencerahan besar, kata Joan Chittister dalam “The Gift of Years: Growing Older Gracefully” (Bluebridge, 2008).
“Kita memiliki lebih banyak substansi sekarang daripada ketika kita masih muda, apa pun yang kita lakukan di masa lalu, di mana pun kita berada saat kita melakukannya,” tambahnya.
Substansi hidup, itulah buah yang kita dari pengalaman, hikmat dari seluruh tindakan kita.
“Adalah pilihan yang kita buat di masa lalu yang telah membawa kita menjadi orang seperti sekarang ini. Tindakan yang tidak kita ambil mungkin juga telah memberi kita hal yang sama. Tetapi sekali lagi, mereka yang lebih muda tidak memiliki itu,” ujar Joan.
Menua, berbahagia, bukan asal bahagia, bukan kebahagian yang palsu dan pura-pura, tapi kita bahagia karena kita telah memetik esensi, substansi dari kehidupan yang kita jalani.
What do you think?