Optimisme dan pikiran positif dalam menjalankan hidup adalah sesuatu yang baik. Namun, jika terlalu ekstrem rupanya bisa membawa dampak yang tidak baik juga Mahapuan.
Pandangan positif yang terlalu ekstrem ini dikenal juga dengan sebutan toxic positivity. Mengutip Kompas.com, toxic positivity adalah suasana atau kondisi yang memaksakan untuk selalu berprasangka positif, hingga menjadi penyakit mental untuk diri sendiri.
Masih mengutip laman yang sama, kondisi ini menjadikan seseorang mempertahankan pola pikir positif dan hanya memancarkan emosi dan pikiran positif setiap saat, terutama ketika hal-hal sulit terjadi. Otomatis, kondisi ini membuat diri sendiri mengabaikan emosi yang tidak positif.
Kita jadi terpaksa menolak, menyangkal, dan enggan mengakui bahwa sesungguhnya kita memang stres, merasa patah hati, atau bahkan kecewa.
Pertanyaannya, bagaimana pikiran positif bisa menjadi toxic? Mengutip Psychcentral.com, ini terjadi karena 2 hal. Pertama, Anda harus merasa selalu baik-baik saja dan berpikir yang baik adalah pilihan utama Anda walaupun sesungguhnya Anda merasa ada masalah.
Ciri-ciri Toxic Positivity
Mengutip situs Alodokter, toxic positivity biasanya muncul melalui ucapan. Biasanya yang memiliki pemikiran demikian adalah orang-orang yang selalu berkata hal positif, tapi sesungguhnya merasakan emosi negatif.
Sebagai contohnya adalah seorang content creator di media sosial. Pada awalnya berbagi content membuatnya bahagia, lalu ada komen buruk dari netizen, belum lagi waktu yang terkuras karena kelelahan membuat konten. Sesungguhnya content creator itu merasa emosi negatif, namun mengabaikannya sehingga orang lain bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan.
Contoh lain yang menandakan Anda sedang terjebak dalam toxic positivity di antaranya:
- Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya dirasakan
- Menghindari atau membiarkan masalah
- Merasa bersalah ketika mengungkapkan emosi negatif
Cara Menghindarinya
Jika sudah mengenal apa saja ciri-ciri dari toxic positivity, Anda bisa mencoba tips-tips berikut untuk menghindarinya, dirangkum dari berbagai sumber:
1. Merasakan dan Mengelola Emosi Negatif
Mengakui adanya emosi negatif bukanlah hal buruk. Ini normal dirasakan oleh siapa saja. Agar tidak menjadi toxic positivity, Anda bisa mengakui perasaan negatif tersebut, lalu mengelolanya dengan menceritakan kepada orang yang Anda percayai. Anda juga bisa menuliskannya dalam buku harian.
2. Berusaha Memahami, bukan Menghakimi
Merasakan emosi negatif adalah normal. Bukannya menyalahkan perasaan negatif yang muncul, justru Anda perlu menelusuri bagaimana perasaan tersebut muncul? Kenapa Anda merasakannya dan menghadapinya dengan positif.
3. Gunakan Media Sosial dengan Bijak
Ya, penggunaan media sosial yang masif pada era ini menjadi salah satu sumber toxic positivity. Untuk itu, Anda perlu bijak menggunakannya. Jangan habiskan waktu sepenuhnya untuk tenggelam dalam media sosial. Ciptakan waktu-waktu yang nyata dengan orang-orang yang Anda sayangi.