Umum dijumpai pemandangan perempuan menenun di desa-desa yang masih melestarikan kerajinan menenun. Pemandangan itu pasti setidaknya menimbulkan pertanyaan, sebenarnya menenun merupakan kerajinan khas Indonesia atau bukan? Sejarah kain tenun bagaimana dan peran perempuan dalam perkembangannya seperti apa?
Jika pertanyaan itu bercokol di benak Mahapuan, langsung simak artikel ini hingga habis karena di bawah ini ada ulasan lengkapnya.
Sejarah Kain Tenun Indonesia
Kerajinan menenun sebenarnya sudah ada sejak berabad-abad silam. Dalam buku Mengenal Produk Nasional Batik dan Tenun karya Teguh Prayitno disebutkan bahwa kerajinan menenun dimulai dari zaman prasejarah. Kerajinan menenun kemudian dikembangkan oleh masyarakat di daerah Asia Timur, India, dan Asia Barat, kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, kerajinan diperkirakan ada sekitar kurang lebih 3000 tahun lalu. Buktinya adalah penemuan alat pembuat tenun di situs Gilimanuk, Melolo, Sumba Timur, Gunung Wingko, Yogyakarta, dan lain-lain.
Bukti sejarah kerajinan tenun juga ditemukan pada prasasti Karang Tengah berangka tahun 824 M. Di prasasti itu terdapat tulisan putih hlai 1 kalambi yang berarti “kain putih satu helai dan baju”.
Dalam prasasti Baru 1034 M juga ditemukan kata pawdikan yang berarti pembatik atau penenun. Setali tiga uang, prasasti Cane tahun 1021 dan prasasti dari Singosari tahun 929 juga memberi bukti serupa, yakni tulisan makapas yang berarti madagang kapas.
Peranan Perempuan dalam Perkembangan Kerajinan Tenun
Sentuhan perempuan dalam kerajinan tenun terpahat pada umpak batu abad 14 dari daerah Trowulan. Pada batu tersebut, terdapat relief perempuan yang sedang menenun. Bukti sejarah ini tersimpan aman di Museum Trowulan, Jawa Timur.
Dalam cerita rakyat Sangkuriang juga dikisahkan bahwa Dayang Sumbi bekerja sebagai seorang penenun. Jadi, sejak dahulu perempuan dan tenun sudah menjadi pemandangan yang akrab.
Tidak cukup sampai di situ, dalam perkembangan kain tenun di Indonesia, tangan-tangan perempuan tidak lepas. Contohnya, kain tenun Songket khas Palembang yang terkenal, ternyata lahir dari proses pemikiran perempuan adat.
Begitu juga kain tenun Baduy yang khas dengan motif garis rumit menyerupai alam. Lalu tenun Ikat Tanimbar dari Maluku Tenggara Barat yang bercorak garis-garis dengan warna menarik. Semua itu tidak lepas dari campur tangan perempuan adat.
Sayangnya, menurut Dewan Pakar Perempuan AMAN yang juga Direktur debtWatch Indonesia, Arimbi Heroepoetri, kerja kolektif para perempuan di bidang kerajinan tenun ini belum dilindungi.
Perwakilan perempuan adat dan organisasi masyarakat yang fokus pada isu masyarakat adat telah mendesak perlindungan dengan mengesahkan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi hak mereka. Pada tahun 2021 dan 2022, RUU Masyarakat Adat telah masuk Prolegnas. Tapi, hingga kini RUU tersebut belum disahkan.