UNTUK suatu urusan pekerjaan kreatif seseorang kenalan baru mengirimi saya empat buku. Salah satunya memperkenalkan saya istilah gerontologi. Per definisi Gerontologi adalah studi ilmiah tentang usia tua, proses penuaan, dan masalah khusus orang tua.
Reaksi saya atas buku-buku itu: Apa? Studi ilmiah tentang usia tua? Saya terus-terang saja baru tahu tentang hal itu. Mungkin pada saya ada juga sikap tidak mau tahu. Tak mau tahu bahwa tak sampai satu tahun lagi usia saya sudah setengah abad.
Dan reaksi saya juga atas buku-buku itu: Wow, menjadi tua berarti memasuki satu babak penting dalam hidup. Sampai ada disiplin ilmu khusus yang mempelajari itu.
Gerontologi mempelajari aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial dari penuaan. Kalau saya merasa terlambat tahu rasanya juga tak terlalu ketinggalan, sebab ilmu ini berkembang sebagai sebuah disiplin kajian yang kukuh pun baru berkembang setelah Perang Dunia II.
Saya mulai membaca buku itu satu per satu dan segera menyadari betapa salahnya sikap saya mengabaikan saat-saat memasuki usia 50, gerbang babak baru dalam kehidupan saya, dan tahun-tahun usia saya berikutnya.
Joan Chittister dalam bukunya “The Gift of Years – Growing Older Gracefully” – salah satu buku yang dikirimi oleh kenalan baru saya itu – menjelaskan, bahwa gerontologis membagi tiga tahap “tua”.
Pertama, yang berusia awal-tua (young old), enam puluh lima hingga tujuh puluh empat tahun; digolongkan tengah-tua (old old), yaitu tujuh puluh lima hingga delapan puluh empat; dan yang lanjut-tua (oldest old), delapan puluh lima tahun ke atas.
“Semua tahapan ini memiliki beberapa kesamaan — dan masing-masing dari mereka menghadapi masalah khusus pada saat yang sama,” ujar Joan Chittister.
Saya teringat situasi aktual yaitu pandemi Covid-19 yang sedang mengepung dunia. Di Italia korban wabah itu tinggi terutama pada warga usia lanjut.
Soal daya tahan tubuh, atau lebih luas lagi soal kesehatan pasti adalah salah satu aspek dalam studi tentang usia tua. Tapi, itu hanya salah satu sisi.
Saya belum akan membahas soal-soal itu secara mendetail. Yang ingin lekas saya bagikan di sini adalah bagaimana buku itu membantu kita mengambil sikap dasar kita terhadap usia tua.
Bahwa tahun-tahun usia tua adalah berkah, adalah karunia kehidupan, adalah berkah dari Tuhan, bukan beban.
“Tidak semua orang yang hidup dengan umur panjang memahami atau siap menyambut usia tua,” ujar Joan Chittister. Maka, ia dengan buku yang ia tulis mengajak untuk merangkul berkah dan karunia itu dan mengatasi bebannya.
Intinya: biarkanlah umur kita itu kita catat sebagai angka-angka tahun saja, dan mari kita lanjutkan hidup dengan anggun dan bermakna.