Pertunjukan catwalk di dunia maya mungkin terdengar seperti novel futuristik yang hanya terjadi di film sci-fi saja. Dulu, fashion show di dunia maya masih terbilang niche dan hanya dinikmati dan di produksi sebagian kecil dunia mode Tetapi dengan adanya pandemik Covid-19, dunia mode harus semakin bertransformasi ke era digital, dengan jangkauan luas, praktis, dan efisien.
Pekan mode virtual pertama di dunia, Shanghai fashion week, berlangsung bulan maret lalu ketika awal pandemik. Meskipun ada beberapa gangguan teknis, seorang desainer, Angel Chen, mendemonstrasikan kemungkinan format dengan presentasi lima menit yang yang menampilkan perpaduan antara model nyata dan grafik yang dihasilkan komputer. Model diarahkan dan ditata melalui tautan video, karena kebetulan saat itu sang perancang harus melakukan isolasi mandiri. Jadi desainer tidak perlu hadir, tapi semua bisa diekspresikan lewat video dan dikerjakan di rumah atau studio mereka
Perancang muda lainnya yaitu Anifa Mvuemba, kelahiran Kongo yang kini berkiprah di Amerika, merupakan pendiri brand Hanifa. Baru-baru ini ia membuat gebrakan baru yaitu dengan menggelar peragaan yang ada di Instagram Live. Setiap koleksinya muncul dalam 3D dengan latar belakang hitam, seolah-olah dikenakan oleh model tak kasat mata yang melintasi catwalk, dengan busana seolah memeluk setiap lekuk tubuh.
Pada awalnya, banyak yang terkejut dengan ide miliknya, karena ia tidak menggunakan model satupun. Tetapi, tanpa gangguan latar belakang atau manusia hidup yang mengenakan pakaian tersebut, malah lebih mudah untuk melihat setiap detail pakaian. Dan pada saat jarak sosial membuat peragaan busana tradisional tidak memungkinkan, pendekatan teknologi tinggi Mvuemba memungkinkannya untuk membuat gebrakan di sekitar koleksi barunya yang pada akhirnya mendorong preorder.
Helsinki Fashion Week yang terkenal dengan gebrakan “muda” menekankan betapa pentingnya dunia mode beradaptasi dengan cyberspace (ruang dunia maya) yang bisa menurunkan produksi dengan lebih efektif. Menurut Scotomalab dan NDA Paris, dua studio kreatif yang menggunakan 3D untuk mengurangi limbah pakaian, karena desainer tidak perlu langsung membuat produksi secara masal, dan juga untuk mendukung sustainability initiative seperti pengurangan low income labor di pabrik masal lainnya, yang pastinya akan juga lebih dikurangi di masa post pandemi karena social distancing. Para perancang yang akan tampil di HFW akan merancang prototipe secara digital, foto model mereka, dan kemudian akan diolah oleh kedua studio ini. Mereka bahkan akan merubah model manusia menjadi avatar yang tampil secara digital.
Ini menjawab beberapa permasalahan. Yang pertama, menggalakan social distancing dan menghentikan produksi massal yang sia sia. Hanya ketika pelanggan memesan, tampilan yang dibuat dari awal. Prototype 3-D dapat berfungsi sebagai solusi untuk masalah limbah mode, karena merek dapat menciptakan masa depan yang lebih efisien, daripada memproduksi berlebih – atau terbatas pada ukuran sampel saja.
Pandemi telah memaksa industri untuk memikirkan kembali kebiasaan lama untuk terus berjalan. Brand besar seperti Dior sudah menggelar peragaan modenya secara virtual. Dior, dengan cruisenya yang ikonik, menyelenggarakan pertunjukannya dengan virtual lewat Facebook live. Namun, banyak penonton yang kecewa karena bisa dilihat bahwa mereka menampilkan serangkai pertunjukan dengan model dan penari, artinya tidak sepenuhnya melakukan social distancing dan hanya tidak adanya penonton saja.
Cost yang dikeluarkan pun tak banyak berbeda. Padahal, Ini adalah kesempatan untuk membuat solusi yang berbeda, dan mungkin itu bukan hanya membuat ulang pertunjukan secara digital dalam waktu sementara, tetapi memikirkannya kembali sepenuhnya tentang masa depan dunia mode di era digital kedepannya. Era baru dimulai, saatnya para penggiat fashion mulai menata kembali langkahnya.
What do you think?