Menikmati batik Indonesia, tidak hanya sekedar melihat keindahan motif dan perpaduan warna dari selembar kain, tapi menikmati batik Indonesia juga seperti membaca sebuah sejarah. Banyak motif-motif lahir dari sejarah yang berlangsung di negeri ini. Kisah manis, dongeng, atau pahitnya perjalanan rakyat Indonesia saat dijajah dapat dilihat dari beberapa batik yang lahir pada saat penjajahan.
Batik Hokokai atau Djawa Hokokai adalah batik yang lahir pada jaman penjajahan Jepang (1942-1945), Industri batik pada saat itu dapat dikatakan mati, karena tidak tersedianya bahan baku. Namun ternyata, bagi sebagian pembatik, kesulitan itu mendatangkan kekreatifan. Ada segelintir pembatik yang menghasilkan batik-batik bermutu pada saat itu, berkat adanya pasokan bahan dari Jepang pada saat itu. Batik-batik halus zaman itu disebut Batik Djawa Hokokai.
Nama Hokokai memang diambil dari nama organisasi bentukan Jepang yang beranggotakan orang Indonesia tapi dipimpin oleh orang Jepang. Motif dan warna menunjukkan adanya pengaruh budaya Jepang. Pada masa itu, pemerintah Jepang banyak memesan batik kepada pengusaha batik Indo-Eropa, Indo – Arab, atau peranakan Tionghoa di Pekalongan yang terkenal akan kehalusan batiknya.
Ragam hias yang ada pada selembar kain batik Hokokai menggambarkan situasi Indonesia saat itu, dimana kesediaan kain sangat terbatas, harganya pun mahal, sehingga pembatik memiliki banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan motif yang padat seperti, motif flora – fauna bahkan ditambah dengan isen-isen. Pada zaman ini juga muncul batik pagi sore, yaitu adanya motif yang berbeda pada satu kain, jadi satu kain dapat dipakai dalam dua kesempatan dengan motif yang berbeda.
Seperti apa Batik Hokokai itu?
- Mempunyai warna kuning yang kuat dan variasi warna yang cerah.
- Memakai gaya Sushomoyo atau frame atau pola pinggiran. Motifnya dimulai dari salah satu ujung kain, kemudian menyebar ke tepi-tepi kain. Atau ada juga yang memakai 3 sisi kain, yaitu sisi kiri, sisi kanan, dan bawah. Susunan ini kokon merupakan adaptasi dari motif yang biasa ada pada kimono.
- Motifnya banyak menggunakan bunga sakura, krisan, dahlia yang merupakan kesukaan orang Jepang.
- Adanya tambahan motif kupu-kupu yang merupakan pengaruh tionghoa yang merupakan lambang cinta abadi.
- Isen-isen atau latar belakang memakai motif yang padat, ada yang memakai motif-motif klasik seperti kawung, parang, jlamprang.
- Kain batik Hokokai banyak ditemukan dengan pola pagi-sore.
Setelah Perang Dunia II usai, Jepang meninggalkan Indonesia. Batik sebagai sebuah industri mengalami pasang surut. Namun motif batik terus berkembang, mengikuti keadaan saat itu. Batik Hokokai pun berevolusi menjadi Batik Jawa Baru. Pada tahun 1950 batik yang dihasilkan masih menunjukkan pengaruh dari batik Djawa Hokokai. Namun warna tidak secerah Djawa Hokokai. Penggunaan isen-isen pada Batik Djawa Baru lebih sedikit, bahkan ada yang meninggalkan sushomoyo.
Sampai saat ini, produksi Batik Djawa Hokokai banyak dijumpai di Pekalongan, terutama di Kedungwuni. Batik ini lahir karena siasat para pembatik lokal pada zaman penjajahan Jepang. Dalam perkembangannya pola batik Hokokai juga diadaptasi oleh daerah-daerah lain. Pengrajin batik daerah lain mengadopsi ragam motif hokokai dengan ragam batik daerahnya, sehingga muncul hokokai a la Cirebonan, hokokai a la Madura, atau a la Solo. Memakai kain ini tidak selalu harus dengan kebaya kutu baru atau kebaya kartini, namun dipadukan dengan blus modern, ringan, atau semi formal bisa tetap tampil indah.
Aneka batik Hokokai (foto: Pribadi, model: Isyanti, Wawa, Reni, Dhara)
What do you think?