PENYESALAN adalah hantu yang sering datang bersama usia tua. Sosoknya bisa menyamar dalam berbagai bentuk yang tampak baik: kebijaksanaan.
Maksudnya? Begini. Orang berumur kerap memberi nasihat templatis pada orang muda, jangan begini jangan begitu, harusnya begini harus begitu, jangan seperti saya dulu. Nah, pada bagian “jangan seperti saya dulu” itulah hantu penyesalan muncul.
Menjadi bijak itu baik. Itu previles orang berumur, apa yang kalau kita lakukan itu pada usia muda, kita akan dengan mudah dibilang “sok bijak”.
Tapi penyesalan bisa jadi beban. Kunci hidup bahagia adalah melepaskan semua beban jiwa. Jangan membawa-bawanya kemana-mana. Jangan terus-menerus kita dihantu-hantui oleh hantu yang kita ciptakan sendiri.
Ada dua sumber penyesalan dari masa lalu, yaitu hal-hal yang kita lakukan yang seharusnya tidak kita lakukan, dan hal-hal yang seharusnya kita lakukan tapi tidak kita lakukan.
Karena batas antara penyesalan dan kebijaksanaan itu tipis sekali, maka sesungguhnya tak sulit agar kita tak terus-menerus dihantui oleh masa lalu.
Mulailah dari mengubah cara pandang – ya, kadang hidup ini cuma pengaturan perspektif. Di manapun sekarang kita berada maka itu adalah pencapaian, adalah hasil dari semua keputusan yang benar, yang salah, yang naif, yang ceroboh, yang menurut nasihat orang lain, bahkan juga apa-apa yang tak kita putuskan di masa lalu.
Variasi atau kombinasi keputusan-keputusan itulah yang membuat kita sampai pada titik di mana kita berada hari ini. Dan titik-titik itu juga yang akan menghubungkan ke masa depan.
Hei, betul. Selama kita masih bernapas, kita masih punya esok, lusa, bulan depan, tahun depan, kita masih punya masa depan.
Bukan berarti kita harus lupakan masa lalu. Kita harus menengok ke belakang karena hanya dengan itu kita bisa mengevaluasi dan dengan demikian lebih jelas melihat masa depan.
Orang paling sukses dan paling buruk masa lalunya salah satunya adalah Steve Jobs. Ia mengajarkan kita bagaimana menjadi bijak, ketimbang menyesali masa lalu. Ia memberi pencerahan pada kita bagaimana menghubungkan titik-titik keputusan dalam kehidupan kita.
“Anda tidak dapat menghubungkan titik-titik ke depan; Anda hanya dapat menghubungkan mereka melihat ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik itu entah bagaimana akan terhubung di masa depan Anda,” ujarnya dalam pidatonya yang terkenal “Connecting The Dots”.
What do you think?