SAYA punya beberapa rekan kerja senior. Termasuk para Mahapuan di situs Perempuan Platinum ini. Saya menyukai mereka karena satu hal: mudah sekali tertawa. Dan yang ditertawakan pun sebagian besar adalah kisah-kisah diri kami sendiri.
Konon, kata para ahli dan orang bijak yang memebadakan manusia dan hewan adalah tawa. Manusia punya kemampuan untuk mengekspresikan kebahagiaan dengan tersenyum, kesenangan dengan tertawa, tentu juga ekspresi emosi lain seperti merengut, menangis, dan tercenung.
Maka, tertawa itu adalah hal kodrati. Tertawa itu kelebihan yang diberikan kepada dan untuk manusia oleh Tuhan.
Setelah memutuskan ambil pensiun dini dari kantor media, dengan segala puncak pencapaian prestasi yang pernah saya raih bersama tim kerja saya, saya kemudian mencari rekan kerja untuk kerja-kerja lepas, atau proyek kreatif dengan satu kriteria wajib: bersama mereka masih bisa ngobrol dan tertawa bersama.
Banyak pekerjaan menarik tapi ketika bertemu dengan calon mitra dengan siapa saya bekerja sama, dan saya merasa, ‘hmmm, kayaknya susah diajak ngobrol nih”, maka pekerja itu kami tolak.
Ya, tertawa penting. Tertawa adalah kemampuan melihat sisi gelap dari kehidupan dan membawanya ke sisi cerah. Tertawa adalah kemampuan membalikkan persepsi. Menjadikan hal-hal yang menjadi membebani justru menjadi energi baru.
“Engkau tak berhenti tertawa karena engkau menua, ” kata George Bernard Shaw, “engkau menua justru ketika engku berhenti tertawa.”
Mari kita tertawa!