MENCAPAI usia enam puluh pertama-tama membuktikan satu hal yaitu kita disayang oleh Tuhan. Buktinya paling tidak satu hal: kita diberi usia panjang. Usia panjang adalah berkah yang harus disyukuri dan dirayakan.
Kedua, mencapai usia enam puluh pada dasarnya tidak mengubah kita menjadi manusia lain. Kita tetaplah kita. Kita harus jadi kita. Atau justru inilah kesempatan kita untuk sepenuhnya menjadi diri kita sendiri, setelah tugas-tugas besar kemanusiaan dan profesional kita tuntaskan: menjadi ibu, menjadi karyawan, dll.
Tentu saja hal-hal itu selama ini juga telah membentuk kita menjadi diri kita sendiri. Maksud saya, jangan sampai ketika kita harus meninggalkan atau melepaskan peran itu kita justru merasa kehilangan bagian dari diri kita.
Ageisme memang menyesatkan. Manusia berusia enam puluh tahun ke atas hendak disamaratakan ke dalam satu kategori yang seragam, misalnya sebuah ‘boomer’, lansia, manula, atau ‘senior’ himpunan orang-orang yang tak berbeda satu sama lain.
Stereotipe jelas menyesatkan. Dan merugikan. Termasuk jika itu dilakukan oleh kita sendiri. Maka persiapan menjadi Seorang Perempun Platinum, menjadi seorang mahapuan, adalah membebaskan diri dari anggapan yang merugikan tentang usia tua dan menua.
Ketiga, menua artinya menjadi dan menemukan diri sendiri. Kebanyakan perempuan takut menjadi tua. Lalu ketakutan itu memojokkannya. Membuatnya berubah, dengan alasan menyesuaikan diri dengan usia. Padahal, toh usia, itu terus saja bertambah. Tanpa terasa kita berusia 50, 60, dan seterusnya.
“Ketika kita mencapai usia 60 tahun, kita jadi sadar bahwa kondisi kita lebih baik dari yang kita bayangkan. Pertama, kita kenal benar dengan siapa diri kita. Tak ada lagi ilusi,” ujar Margareth Manning dalam artikel “60 Things That Woman Love About Being 60 Years Old”, di situs yang ia dirikan www.sixtyandme.co.
Keempat, apakah pantas pada usia 60 tahun seorang berdandan seperti ketika berusia 20 atau 30-an? Kenapa tidak! Tapi ini juga kesempatan untuk berani tampil apa adanya, meminimalkan “make up”, dan lebih banyak menampilkan “inner beauty”.
What do you think?